• UGM
  • SPs UGM
  • Library
  • IT Center
  • Webmail
Universitas Gadjah Mada Program Studi Bioetika
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Visi, Misi dan Tujuan
    • Pengelola dan Staf
    • Afiliasi
      • CBMH FK-KMK UGM
      • Unesco Chair on Bioethics UGM
  • Akademik
    • Keilmuan Bioetika
    • Dosen Pengajar
    • Kurikulum
    • Lulusan Bioetika
    • Academic Life
    • Informasi Akademik
  • Kemahasiswaan
    • Alumni
    • Galeri
    • Tesis
  • Kabar Terbaru
  • Info
    • FAQ
    • Pendaftaran
    • Kalender Akademik
    • Informasi Yudisium
    • Download
  • Beranda
  • Archive
Arsip:

Archive

HELP COURSE BATCH 7 SERI 3 - BIOETIKA - ETIKA PENELITIAN

HELP Course Batch 7 – 3rd Series Kupas Etika Penelitian Kesehatan

ActivityBerita SDGsHELP COURSEKabar Terbaru Tuesday, 9 September 2025

HELP COURSE BATCH 7 SERI 3 - BIOETIKA - ETIKA PENELITIAN

Di tengah pesatnya perkembangan riset kesehatan dan medis, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana memastikan penelitian tidak hanya menghasilkan pengetahuan baru, tetapi juga tetap menjunjung tinggi hak, martabat, dan keselamatan manusia? Pertanyaan inilah yang menjadi dasar penyelenggaraan HELP (Humanity–Ethics–Legal–Professionalism) Course 3rd Series dengan tema “Health and Medical Research”.

HELP Course merupakan salah satu agenda rutin yang diselenggarakan oleh Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) FK-KMK UGM. Kursus ini terbuka untuk tenaga kesehatan dari berbagai latar belakang, dengan tujuan membekali mereka pengetahuan teoritis sekaligus keterampilan praktis di bidang etika kedokteran dan humaniora kesehatan. Program ini terdiri atas enam seri dengan tema yang berbeda-beda, yang relevan untuk diterapkan baik dalam konteks pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari tenaga kesehatan.

Pelaksanaan seri ketiga ini berlangsung pada 18–26 Agustus 2025 secara daring dan diikuti oleh peserta dari berbagai institusi pendidikan, rumah sakit, lembaga penelitian, hingga instansi pemerintah dari seluruh Indonesia. Antusiasme yang tinggi menunjukkan semakin tumbuhnya kesadaran bahwa riset yang bermutu harus berjalan beriringan dengan integritas etika.

Selama tujuh hari, HELP Course menghadirkan para pakar di bidang bioetika. Topik yang diangkat beragam, mulai dari sejarah dan urgensi etika penelitian, responsible conduct of research, hingga kaji etik oleh komite etik penelitian. Isu kontemporer seperti pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam penelitian medis juga mendapat perhatian khusus. Selain itu, peserta juga memperdalam pemahaman tentang standar etika internasional seperti Deklarasi Helsinki, Belmont Report, dan CIOMS.

Berbagai persoalan nyata turut dibahas, seperti penyusunan informed consent, keterlibatan partisipan yang rentan, perlindungan kerahasiaan data, etika penelitian biobank, hingga penelitian di bidang sosial-humaniora. Diskusi berlangsung hangat dan interaktif, memperlihatkan bahwa etika bukanlah penghambat, melainkan fondasi untuk menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat, adil, dan berpihak pada kemanusiaan.

Kursus ditutup dengan post-test dan refleksi bersama. Selain menekankan pentingnya etika di setiap tahap penelitian, kegiatan ini juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan Good Health and Well-Being serta Partnerships for the Goals. Dengan berakhirnya HELP Course 3rd Series, para peserta diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang membawa semangat penelitian berintegritas, bertanggung jawab, dan berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan.

Reporter: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

SIAP PEDULI (Sosialisasi Kesiapan Keluarga dalam Perawatan Penyakit Kronis dan Paliatif)

ActivityBerita SDGsKabar TerbaruPengabdian Friday, 29 August 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Beban merawat anggota keluarga dengan penyakit kronis seringkali tidak ringan. Keluarga dituntut untuk memahami kondisi medis, memberikan dukungan emosional, sekaligus memastikan pasien tetap dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan bermakna. Sayangnya, keterbatasan informasi dan keterampilan membuat banyak keluarga merasa kewalahan. Untuk itulah, perlu ada wadah edukasi dan pelatihan yang mampu memberdayakan keluarga agar siap menjadi pendamping utama dalam perawatan pasien.

Dalam rangka itu, Program Studi Magister Bioetika Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk “SIAP PEDULI (Sosialisasi Kesiapan Keluarga dalam Perawatan Penyakit Kronis dan Paliatif)” pada 25–26 Agustus 2025 di Balai RW 10 Bangunrejo, Kelurahan Kricak, Yogyakarta yang dihadiri oleh 50 peserta terdiri dari para kader dan perwakilan keluarga yang memiliki pasien paliatif.

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Kegiatan SIAP PEDULI difokuskan pada pembekalan praktis yang dapat langsung diterapkan oleh keluarga dan masyarakat. Beberapa materi utama yang diberikan antara lain: Edukasi terkait kebermanfaatan BPJS Kesehatan dalam Perawatan Paliatif oleh dr. Sumono Nurbadi Putranto, Praktik Penggunaan Buku PEKA Paliatif oleh Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, M.A, serta Praktik Kebutuhan Aktivitas dan Mobilisasi oleh drg. Agnes Bhakti Pratiwi, M.P.H., Ph.D bersama dengan Ardhini N, MKM.

Dengan adanya SIAP PEDULI, keluarga diharapkan tidak hanya memiliki pemahaman tentang aspek medis dan administratif perawatan, tetapi juga keterampilan dalam mendampingi pasien sehari-hari. Kegiatan ini juga menekankan pentingnya kolaborasi antara keluarga, kader masyarakat, dan tenaga kesehatan dalam memberikan perawatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Program ini mendukung pencapaian SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera) melalui peningkatan kapasitas keluarga dalam memberikan perawatan, sekaligus memperkuat SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan) karena mengedepankan sinergi antara akademisi, tenaga kesehatan, dan masyarakat. Dengan demikian, SIAP PEDULI tidak hanya menjadi program edukasi, tetapi juga gerakan sosial yang berkontribusi nyata terhadap peningkatan kualitas hidup pasien kronis di komunitas.

Reporter: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom.

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Peningkatan Kualitas Hidup Pasien Kronis di Komunitas melalui Pembentukan KASIH (Kader Siaga Perawatan Paliatif Humanis)

ActivityBerita SDGsKabar TerbaruPengabdian Friday, 29 August 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Menjalani kehidupan dengan penyakit kronis bukan hanya menjadi tantangan bagi pasien, tetapi juga bagi keluarga dan komunitas di sekitarnya. Proses perawatan yang panjang, beban psikologis, hingga keterbatasan akses layanan kesehatan seringkali membuat pasien dan keluarganya membutuhkan dukungan menyeluruh. Dalam konteks inilah, pendekatan perawatan paliatif hadir untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik, bukan hanya melalui aspek medis, tetapi juga dukungan emosional, sosial, dan spiritual.

Sebagai upaya menjawab kebutuhan tersebut, Program Studi Magister Bioetika Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk “Peningkatan Kualitas Hidup Pasien Kronis di Komunitas melalui Pembentukan KASIH (Kader Siaga Perawatan Paliatif Humanis)”. Acara ini berlangsung pada 27–28 Agustus 2025 di Balai RW 10 Bangunrejo, Kelurahan Kricak, Yogyakarta yang dihadiri oleh 50 peserta terdiri dari para kader dan para perwakilan keluarga yang memiliki pasien paliatif

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Dalam kegiatan ini, masyarakat dibekali pengetahuan dan keterampilan dasar mengenai perawatan paliatif melalui berbagai sesi, di antaranya: Dasar Perawatan Paliatif oleh Prof. Christantie Effendy, S.Kp., M.Kes, Identifikasi Kebutuhan Pasien Paliatif oleh Ns. Wahyu Dewi Sulistyarini, M.S.N, Pentingnya Aspek Psikososial dan Spiritual oleh Prof. Sismindari, Apt., SU., Ph.D, serta Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan Paliatif yang dipandu oleh tim fasilitator. Selain itu, masyarakat juga mengikuti sesi praktik aplikatif, yaitu Praktik Kebutuhan Aktivitas dan Mobilisasi oleh drg. Agnes Bhakti Pratiwi, M.P.H., Ph.D, Praktik Perawatan Kebersihan Diri oleh dr. Wika Hartanti, M.I.H Bersama dengan Mahmasoni Masdar, S.Kep., Ns., M.Kep. dan Praktik Komunikasi Terapeutik yang dipandu oleh Ns. Wahyu Dewi Sulistyarini, M.S.N Bersama dengan Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc

Seluruh sesi praktik ini dilaksanakan dengan pendampingan fasilitator sehingga masyarakat dapat langsung mempelajari keterampilan yang relevan untuk mendukung kebutuhan pasien di rumah maupun komunitas.

Melalui pembentukan KASIH, diharapkan hadir kader-kader yang mampu menjadi garda terdepan dalam mendampingi pasien kronis di lingkungan keluarga dan masyarakat. Kader ini tidak hanya berperan memberikan perawatan dasar, tetapi juga menjadi penghubung antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan profesional.

Inisiatif ini sejalan dengan komitmen UGM dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera) serta SDG 10 (Mengurangi Kesenjangan). Dengan adanya KASIH, diharapkan pelayanan kesehatan yang holistik dan humanis dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang paling rentan, sehingga kualitas hidup pasien kronis dapat terus ditingkatkan.

Reporter : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Program Studi Magister Bioetika UGM Sambut Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2025/2026

ActivityBerita SDGsKabar TerbaruMahasiswa Wednesday, 20 August 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Yogyakarta, 20 Agustus 2025 – Di tengah semakin kompleksnya tantangan etika dalam berbagai bidang kehidupan — mulai dari kesehatan, hukum, teknologi, hingga isu-isu sosial dan kemanusiaan — Program Studi Magister Bioetika Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada kembali menyambut generasi baru calon ahli bioetika yang siap berkontribusi bagi masyarakat.

Acara penyambutan mahasiswa baru Tahun Akademik 2025/2026 digelar secara daring melalui Zoom Meeting pada Rabu (20/8). Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memperkenalkan lingkungan akademik, sivitas dosen, serta ruang pembelajaran bagi mahasiswa baru yang akan menempuh studi interdisipliner di bidang bioetika.

Acara dimulai pukul 10.00 WIB dengan agenda pembukaan, dilanjutkan sambutan oleh Ketua Program Studi Magister Bioetika, Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, MA. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa bioetika tidak hanya berkaitan dengan isu kesehatan, melainkan juga menyentuh dimensi sosial, hukum, budaya, dan teknologi. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan perspektif kritis sekaligus memberikan kontribusi nyata dalam menghadapi persoalan etika di masyarakat.

Rangkaian kegiatan kemudian diisi dengan perkenalan dosen dan mahasiswa, pemaparan sekilas pandang Program Studi, serta sesi berbagi pengalaman (sharing session) dari narasumber yang menghadirkan wawasan praktis terkait dinamika studi dan profesi di bidang bioetika.

Penyambutan mahasiswa baru ini juga turut dihadiri oleh sejumlah guru besar, dosen, serta tokoh akademisi lintas disiplin yang telah lama berkontribusi dalam pengembangan bioetika di Indonesia. Kehadiran mereka diharapkan semakin memperkuat atmosfer akademik yang kolaboratif dan multidisipliner bagi mahasiswa baru.

Melalui kegiatan ini, Program Studi Magister Bioetika UGM menegaskan kembali komitmennya dalam mencetak lulusan yang tidak hanya unggul dalam pemahaman teoretis, tetapi juga peka terhadap isu-isu etika di berbagai bidang kehidupan. Komitmen ini sejalan dengan upaya mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan terkait kesehatan yang baik dan kesejahteraan (Goal 3) dan pendidikan berkualitas (Goal 4)

Reporter : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

Monitoring Hibah Penelitian Dosen SPs 2025

Monitoring dan Evaluasi Hibah Penelitian SPs 2025: Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, MA. Presentasikan Penelitian Moral Distress pada Praktisi Kesehatan Masyarakat

Berita SDGsKabar TerbaruPenelitian Tuesday, 22 July 2025

Monitoring Hibah Penelitian Dosen SPs 2025

Yogyakarta, 22 Juli 2025 – Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (SPs UGM) hari ini mengadakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Tahap I Hibah Penelitian Dosen SPs Tahun Anggaran 2025. Kegiatan ini dilaksanakan secara luring di Ruang Sidang Pimpinan, Lantai 2 Sayap Barat, Sekolah Pascasarjana UGM.

Dalam sesi Monev ini, Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, MA., kaprodi Magister Bioetika UGM sekaligus ketua tim peneliti, turut mempresentasikan penelitian berjudul “Eksplorasi Moral Distress pada Praktisi Kesehatan Masyarakat di Kota Yogyakarta.”

Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena moral distress yang dialami praktisi kesehatan masyarakat di Puskesmas wilayah Kota Yogyakarta. Moral distress terjadi ketika tenaga kesehatan menghadapi dilema moral atau keterbatasan sistem yang menghambat mereka dalam memberikan layanan terbaik kepada pasien. Kondisi ini berpotensi menyebabkan burnout, penurunan kinerja, hingga berkurangnya kualitas pelayanan kesehatan.

Metode penelitian yang digunakan mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap penguatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat serta kesejahteraan tenaga medis. Sebagai bagian dari komitmen Prodi Bioetika UGM, riset ini juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan 3 (Good Health and Well-Being) dan Tujuan 8 (Decent Work and Economic Growth).

“Luaran penelitian ini ditargetkan untuk publikasi di jurnal ilmiah bereputasi seperti BMC Health Services Research (Q1) atau Bioethics (Q2), serta pembuatan video 3 Minute Thesis sebagai bentuk diseminasi hasil penelitian,” jelas Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, MA.

Kegiatan Monev Tahap I ini merupakan agenda rutin SPs UGM untuk memastikan kemajuan penelitian hibah sesuai rencana. Selain Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, MA., terdapat beberapa dosen peneliti lain dari berbagai bidang yang mempresentasikan progres penelitian mereka.

Program Studi Magister Bioetika UGM berkomitmen untuk terus mendorong penelitian yang relevan dengan tantangan kesehatan masyarakat, menghadirkan solusi berbasis etika dan humaniora, serta memperkuat kontribusi Indonesia dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Reporter: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

Belajar Sejarah: Fondasi Krusial untuk Masa Depan Berkelanjutan dan Beretika

Berita SDGsKabar TerbaruRaboan Friday, 18 July 2025

Yogyakarta, 16 Juli 2025 – Di tengah dunia yang terus berubah dengan cepat, mempelajari sejarah bukan hanya tentang mengingat masa lalu, namun juga memahami arah masa depan. Sejarah memberi kita pelajaran penting, termasuk nilai-nilai etika dan keadilan. Prinsip “Jas Merah” (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) sangat relevan dalam diskusi Raboan Research and Perspective Sharing kali ini, yang mengangkat tema terkait “Ethical Considerations in Historical Research: Locating Archives and Conducting Interviews.” Raboan kali ini menghadirkan Professor Hans Pols dari University of Sydney dan dimoderatori oleh Ns. Wahyu Dewi Sulistyarini, M.S.N., dari CBMH UGM.

Prof. Hans menjelaskan bahwa sejarah kini tak lagi hanya diceritakan dari sudut pandang para penguasa atau elit. Kini, sejarah juga menjadi ruang untuk mengangkat suara-suara yang selama ini terpinggirkan, seperti perempuan, buruh, dan kelompok etnis minoritas, sehingga dapat memberi kita pandangan yang lebih luas dan adil tentang masa lalu.

Prof. Hans juga menekankan pentingnya arsip sebagai sumber informasi penting tentang peristiwa dan tokoh masa lalu. Namun, penggunaan arsip juga menghadirkan tantangan etis. Contohnya, arsip koran Hindia Belanda di Delpher.nl memang kaya akan data, namun masih berbahasa Belanda dan cenderung mewakili sudut pandang kolonial. Oleh karena itu, penting untuk melengkapinya dengan sumber-sumber lain yang merefleksikan pengalaman dan suara dari berbagai kelompok masyarakat di Indonesia, termasuk melalui sejarah lisan yang lebih inklusif dan memperhatikan keberagaman perspektif.

Menurut Prof. Hans, etika dalam penulisan sejarah berarti kita harus berani menggali cerita-cerita yang tak biasa dan selama ini terlupakan atau tersembunyi dalam “keheningan” sejarah. Kita juga perlu memastikan bahwa buku, jurnal, dan database Sejarah serta pengetahuan bisa diakses oleh semua orang.

Topik ini berkaitan erat dengan beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), yaitu SDG 4: Pendidikan Berkualitas, dengan mendorong pemahaman sejarah yang kritis dan inklusif, SDG 10: Mengurangi Ketimpangan, dengan mengangkat kisah kelompok-kelompok yang selama ini tersisih, serta SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Institusi yang Tangguh, dengan memahami akar konflik dan mendorong tata kelola yang lebih adil dan transparan.

Ketika kita belajar dari sejarah di masa lalu, maka kita dapat menyusun langkah-langkah yang lebih bijak untuk masa depan. Masa depan yang tidak hanya maju, namun juga beretika, adil, dan menghargai keberagaman.

 

Reporter: Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc

Editor: Alvira Rahmasari, S.H.G.

Legal dan Digital: Era Baru Telemedisin Resmi Dimulai

Berita SDGsKabar TerbaruRaboan Monday, 14 July 2025

Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Universitas Gadjah Mada kembali mengadakan kegiatan rutin mingguan Raboan Research and Perspective Sharing pada Rabu, 9 Juli 2025. Acara ini dilakukan secara daring melalui Zoom Meeting dan membahas topik yang sangat relevan dengan perkembangan layanan kesehatan saat ini, yaitu “Telemedisin Pasca UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan”. Narasumber utama pada acara ini adalah dr. Febriyolla SK Sjaawalz, MH, CIIQA, dosen Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta, dan dimoderatori oleh NS Wahyu Dewi Sulistyarini, M.S.N.

Dalam presentasinya, dr. Febriyolla menjelaskan bahwa teknologi digital telah banyak mengubah cara layanan kesehatan diberikan. Salah satu contohnya adalah telemedicine atau layanan kesehatan jarak jauh yang memanfaatkan teknologi komunikasi. Pandemi COVID-19 mempercepat penggunaan layanan ini karena masyarakat dan tenaga kesehatan perlu mencari cara yang aman untuk tetap mendapatkan dan memberikan pelayanan medis.

Kini, setelah disahkannya UU No. 17 Tahun 2023, layanan telemedisin memiliki payung hukum yang lebih jelas. Undang-undang ini mengakui bahwa telemedisin adalah bagian dari pelayanan kesehatan resmi di Indonesia. Pelaksanaannya pun harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dan di fasilitas yang telah diakui. Selain itu, undang-undang juga menekankan pentingnya menjaga mutu layanan, serta melindungi keamanan dan kerahasiaan data pasien.

Melalui acara ini, peserta juga diajak untuk memahami keuntungan dari telemedisin, seperti akses layanan kesehatan yang lebih luas, terutama untuk masyarakat di daerah terpencil, serta efisiensi dari segi waktu dan biaya. Namun, dr. Febriyolla juga mengingatkan adanya tantangan, seperti keterbatasan infrastruktur digital, kekhawatiran terhadap ketepatan diagnosis tanpa pemeriksaan langsung, dan risiko kebocoran data medis pasien.

Dari sisi hukum dan etika, layanan telemedisin tetap harus mematuhi aturan yang ada, termasuk pentingnya persetujuan pasien (informed consent) dan penyimpanan rekam medis yang aman. Jika terjadi pelanggaran etik atau hukum, proses penegakan tetap berlaku sebagaimana praktik kedokteran pada umumnya.

Topik ini juga berkaitan erat dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), terutama SDG 3 tentang kesehatan dan kesejahteraan, SDG 9 tentang inovasi dan infrastruktur, serta SDG 10 tentang pengurangan kesenjangan. Telemedisin berperan penting dalam memperluas akses layanan kesehatan secara merata dan adil, termasuk ke wilayah-wilayah yang sulit dijangkau.

Melalui Raboan ini, CBMH UGM terus berupaya menghadirkan diskusi yang tidak hanya penting secara akademik, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat luas. Telemedisin bukan sekadar teknologi baru, tetapi bagian dari perubahan besar dalam cara kita memahami dan memberikan pelayanan kesehatan yang lebih inklusif, aman, dan berkeadilan.

Reporter: Alvira Rahmasari, S.H.G.

Editor: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom.

Ratusan Suku, Ratusan Nilai: Menggali Bioetika Asli Indonesia

Berita SDGsKabar TerbaruRaboan Tuesday, 1 July 2025

Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada kembali menggelar forum rutin Raboan Research and Perspective Sharing, Rabu (25/6). Pada kesempatan ini, diskusi ilmiah mengangkat tema menarik dan penting, yaitu “Etno-Bioetika: Bioetika [untuk/di] Indonesia”, dengan menghadirkan Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil., Guru Besar Antropologi dari Fakultas Ilmu Budaya UGM, sebagai narasumber utama. Diskusi ini dimoderatori oleh Mahmasoni Masdar, S.Kep., Ns., M.Kep. dari CBMH FK-KMK UGM.

Dalam pemaparannya, Prof. Heddy menekankan bahwa perkembangan bioetika global saat ini masih sangat dipengaruhi oleh paradigma Barat yang mengedepankan prinsip-prinsip seperti kebebasan individu (autonomy), berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (non-maleficence), dan keadilan (justice). Namun, prinsip-prinsip tersebut belum tentu cocok secara langsung dengan masyarakat Indonesia yang sangat beragam secara budaya, nilai, dan cara pandang hidup. Untuk itu, Prof. Heddy mengajak masyarakat ilmiah dan pembuat kebijakan untuk mulai melihat bioetika dari perspektif yang lebih kontekstual dan lokal. Ia memperkenalkan konsep “Etno-Bioetika”, yaitu pendekatan bioetika yang berakar dari nilai-nilai budaya, sistem pengetahuan lokal (etnosains), dan etika tradisional dari ratusan suku bangsa di Indonesia.

“Indonesia bukan hanya satu bangsa, tapi terdiri dari ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki pengetahuan, nilai, dan cara hidup sendiri dalam merawat kehidupan dan menangani persoalan etik yang menyangkut kesehatan, kelahiran, dan kematian,” ujar Prof. Heddy.

Sayangnya, sebagian besar nilai dan etika lokal tersebut hanya diwariskan secara lisan dan belum banyak terdokumentasi dalam dunia akademik maupun dijadikan dasar dalam kebijakan kesehatan. Padahal, menurut Prof. Heddy, nilai-nilai seperti kerukunan dalam budaya Jawa atau prinsip keseimbangan makhluk hidup dalam ajaran Bali sudah memuat semangat bioetika universal.

Prof. Heddy menekankan pentingnya riset-riset etnografi lintas budaya di seluruh Indonesia untuk mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan menghidupkan kembali etika-etika lokal ini. Ia menyebut perlunya rumusan “Bioetika Indonesia”, bahkan “Bioetika Pancasila”, sebagai kontribusi khas Indonesia dalam percakapan bioetika global. Tak hanya itu, ia juga mendorong UGM, khususnya CBMH, untuk menjadi pelopor dalam pendidikan, dokumentasi, dan advokasi bioetika yang berpihak pada nilai-nilai lokal, keberagaman, dan keadilan budaya.

Forum Raboan yang membahas Etno-Bioetika berkaitan dengan SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera) karena mendorong pendekatan etika kesehatan yang sesuai dengan nilai-nilai lokal, sehingga lebih diterima dan relevan bagi masyarakat. Hal ini juga mendukung SDG 10 (Mengurangi Ketimpangan) dengan mengangkat suara dan pengetahuan etika dari berbagai suku bangsa di Indonesia yang selama ini kurang terwakili dalam kebijakan.

Sebagai penutup, Prof. Heddy menyerukan pentingnya pelaksanaan riset-riset etnografis lintas wilayah dan budaya untuk menghimpun dan mendokumentasikan etnobioetika Nusantara guna merumuskan bentuk “Bioetika Indonesia” bahkan “Bioetika Pancasila” sebagai kontribusi khas Indonesia dalam dialog bioetika global. Ia juga mendorong agar UGM, melalui CBMH, menjadi pelopor nasional dalam pendidikan, dokumentasi, dan advokasi bioetika yang kontekstual, plural, dan berkeadilan budaya.

Reporter: Ardhini Nugrahaeni, M.K.M.

Editor: Alvira Rahmasari, S.H.G.

Pemerataan Layanan Kesehatan: Dari Ketimpangan ke Tindakan Nyata

Berita SDGsKabar TerbaruRaboan Thursday, 19 June 2025

Yogyakarta, 18 Juni 2025 – Raboan Research and Perspective Sharing kembali hadir dengan topik yang sangat penting dan reflektif, yaitu “Etika dalam Pemerataan Pelayanan Kesehatan Katastropik BPJS.” 

Raboan kali ini menghadirkan narasumber ahli Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D., yang merupakan Guru Besar dan dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM, serta dimoderatori oleh Mahmasoni Masdar, S.Kep., Ns., M.Kep dari CBMH FK-KMK UGM. Sesi ini mengupas secara kritis ketimpangan layanan kesehatan di Indonesia.

Berdasarkan data aktual BPJS tahun 2015–2023, Prof. Laksono menunjukkan bagaimana prosedur canggih seperti Cathlab sangat dominan di Pulau Jawa dan Bali, namun wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku tertinggal jauh. Padahal semua peserta BPJS dengan berbagai latar belakangnya perlu memiliki hak yang sama. Di sinilah etika kesehatan publik berperan besar.

Selain itu Prof. Laksono juga memaparkan konsep keadilan menurut Pareto dan pendekatan Rawlsian dalam kebijakan publik, serta mengajak kita untuk merenungkan: apakah wajar jika layanan kesehatan mutakhir hanya dapat dinikmati oleh sebagian warga, sementara yang lain bahkan belum memiliki akses rujukan dasar? Apakah etis jika sistem kesehatan dibiarkan terus berjalan tanpa pembenahan terhadap ketimpangan yang sudah berlangsung secara struktural? Sebagaimana ditegaskan dalam prinsip keadilan Pareto:

”Suatu kebijakan dapat dikatakan baik apabila setidaknya ada satu kelompok yang menjadi lebih baik, tanpa membuat kelompok lain menjadi lebih buruk.”

Raboan berlangsung sangat interaktif dengan peserta dari berbagai lintas profesi yang menyuarakan harapan agar prinsip equity dan solidaritas sosial benar-benar diimplementasikan dalam sistem JKN.

Topik Raboan kali ini juga sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama SDG 3 (Good Health and Well-Being) dan SDG 10 (Reduced Inequalities). Pemerataan layanan katastropik bukan hanya urusan alat dan anggaran, melainkan soal martabat dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Diskusi Raboan ini menegaskan bahwa pemerataan layanan kesehatan bukan hanya soal fasilitas dan anggaran, tetapi juga soal keadilan dan martabat manusia. Diharapkan forum ini menjadi dorongan nyata bagi para pemangku kebijakan untuk membangun sistem kesehatan yang lebih adil, inklusif, dan berorientasi pada kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

 

Reporter: Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc

Editor: Alvira Rahmasari, S.H.G.

“Tayang Dulu, Dipecat Kemudian?” Belajar dari Kasus Medsos Nakes: Etika, Reputasi, dan Marketing Rumah Sakit

Berita SDGsKabar TerbaruRaboan Monday, 16 June 2025

Yogyakarta, 11 Juni 2025 – Diskusi mingguan Raboan Research and Perspective Sharing kembali hadir dengan topik yang aktual dan relevan di era digital: “Tayang Dulu, Dipecat Kemudian? Belajar dari Kasus Medsos Nakes: Etika, Reputasi, dan Marketing Rumah Sakit”. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom dan menghadirkan narasumber utama, Dr. dr. Jodi Visnu, MPH, seorang Health-Marketing Strategist di rumah sakit. Diskusi ini diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang, mulai dari tenaga kesehatan, akademisi, promosi kesehatan rumah sakit, hingga konten kreator media sosial. Antusiasme tinggi terlihat dari banyaknya pertanyaan dan diskusi aktif yang terjadi sepanjang acara, menandakan isu ini menjadi perhatian serius bagi dunia kesehatan maupun publik digital.

Dalam paparannya, dr. Jodi menyoroti bagaimana tenaga medis kini tidak hanya berperan sebagai penyedia layanan kesehatan, namun juga sebagai influencer institusional yang kontennya di media sosial bisa berdampak langsung pada citra dan reputasi rumah sakit. Fenomena konten viral dari nakes yang kemudian menimbulkan krisis etik hingga pemecatan mencerminkan belum matangnya tata kelola komunikasi digital dalam institusi kesehatan.

Pemaparan contoh kasus tenaga kesehatan dan medis dalam dunia digital

Beliau menjelaskan bahwa meskipun rumah sakit didorong untuk lebih terbuka dan aktif mengedukasi masyarakat, penting untuk membedakan mana yang bertujuan memberikan informasi yang bermanfaat dan mana yang hanya ingin viral demi promosi. Etika bukan untuk membatasi kreativitas, tapi justru menjadi panduan agar komunikasi yang dilakukan tetap bertanggung jawab, menghormati semua pihak, dan tidak merugikan, khususnya pasien. Beliau juga mendorong agar kode etik profesi ditanamkan sejak dini dalam pendidikan kesehatan, serta dipertegas melalui kebijakan internal rumah sakit yang adaptif terhadap era digital.

Kegiatan ini sejalan dengan semangat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals), khususnya SDG 3 (kehidupan sehat dan sejahtera) dan SDG 4 (pendidikan berkualitas). Dalam konteks SDG 3 (kehidupan sehat dan sejahtera), topik ini menekankan pentingnya komunikasi yang etis dan empatik dalam layanan kesehatan sebagai bagian dari upaya menjaga kepercayaan publik, melindungi hak pasien, dan menciptakan sistem pelayanan yang holistik serta bermartabat. Sementara itu, SDG 4 (pendidikan berkualitas) tercermin dari perlunya literasi digital dan penanaman kode etik sejak pendidikan profesi kesehatan.

Raboan kali ini menjadi ruang reflektif yang penting bagi para peserta untuk meninjau ulang secara kritis bagaimana media sosial berperan dalam membentuk persepsi publik serta bagaimana konten yang diunggah oleh tenaga kesehatan dapat memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi layanan kesehatan. Melalui diskusi ini, peserta diajak untuk memahami bahwa media sosial bukan hanya sekadar sarana berbagi informasi, tetapi juga alat yang memiliki dampak besar terhadap citra, reputasi, dan legitimasi etis dari rumah sakit maupun profesi kesehatan itu sendiri.

 

Reporter          : Alvira Rahmasari, S.H.G.

Editor              : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom.

123…9
Universitas Gadjah Mada

SEKOLAH PASCASARJANA LINTAS DISIPLIN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

PRODI MAGISTER BIOETIKA

Gedung Sekolah Pascasarjana Lantai 2
Jl. Teknika Utara, Pogung, Mlati, Sleman, Yogyakarta, 55281
Telp. (0274) 544975, 564239
email: bioetika.pasca@ugm.ac.id

 

Social Media:

Instagram
Instagram


TikTok
TikTok

Tautan Berguna

  • Beranda
  • Tracer Study Alumni
  • Sekolah Pascasarjana UGM
  • Universitas Gadjah Mada

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY