
Pada Jumat, 23 Agustus 2024, Magister Bioetika, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada menjalin sharing session dengan Komunitas Support Autoimun Lupus “Sahabat Cempluk”, sebuah komunitas yang mendampingi para penyintas lupus, dalam upaya menciptakan dongeng inspiratif yang bertujuan meningkatkan kesadaran akan isu perundungan yang kerap dialami oleh anak-anak penyintas lupus. Kegiatan ini mendukung Sustainable Development Goals No.16: Mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk Pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun insitusi-institusi yang efektif, akuntable dan inklusif di semua level.
Melalui sharing session ini, kedua belah pihak sama-sama bertekad untuk tidak hanya menyajikan cerita yang menghibur, namun juga memberikan pelajaran penting tentang bagaimana meningkatkan kesadaran anti-bullying di kalangan anak-anak. Dongeng tersebut dirancang untuk mendukung perkembangan mental dan emosional anak-anak yang rentan terhadap stigma sosial akibat penyakit yang mereka derita.
(Foto tangkapan layar pertemuan Zoom dengan Komunitas Support Autoimum Lupus “Sahabat Cempluk”)
Dukungan untuk Anak Penyintas Lupus. Anak-anak penyintas lupus sering kali menghadapi tantangan lebih dari sekadar penyakit fisik. Mereka harus berhadapan dengan stereotip, prasangka, dan tindakan bullying di lingkungan sosial bahkan pendidikan mereka. Dalam konteks inilah sharing session ini menjadi sangat penting, untuk memberikan pemahaman serta ruang bagi anak-anak agar mereka dapat lebih memahami bahwa mereka tidak sendirian dan layak mendapatkan perlakuan setara.
Inisiasi Rencana Kolaborasi. Pengembangan dongeng ini diharapkan mejadi awal rencana kolaborasi antara tenaga ahli di bidang bioetika dan anggota Komunitas Support Autoimun Lupus “Sahabat Cempluk”, yang didirikan oleh Ian Sofyan, Suliza Miranti, dan Lucia Tyas. Fokus grup diskusi juga telah digelar untuk memahami pengalaman dan tantangan yang dihadapi anak-anak dalam komunitas ini.
“Kami senang sekali lho dilibatkan dalam projek seperti ini. Saya ingin orang-orang lebih aware lagi dengan yang dialamai oleh para anak-anak lupus. Kasihan sekali mereka, kami berharap melalui dongeng ini anak-anak bisa merasa lebih dimanusiakan. Semoga project dongeng ini berjalan lancar, dan lebih banyak orang tahu tentang sahabat cempluk ini,” kata Ian, perwakilan dari Komunitas Sahabat Cempluk.
Langkah ke Depan. Setelah dongeng ini selesai, rencananya akan dipublikasikan dalam bentuk buku cerita dan dibagikan ke sekolah-sekolah serta komunitas terkait. Harapannya, dongeng ini dapat menjadi salah satu media yang efektif untuk mengajarkan anak-anak tentang empati dan bagaimana menciptakan lingkungan sosial yang inklusif dan suportif.
Sharing session kali ini diharapkan menjadi pijakan awal bagi proyek-proyek lebih besar yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak dan kesejahteraan penyintas lupus, serta mendorong pendidikan anti-bullying di seluruh lapisan masyarakat.
Kata kunci: dongeng, anti-bullying, SDG 16, bioetika, lupus