Yogyakarta, 12 Maret 2025 – Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) bersama Program Studi Magister Bioetika Universitas Gadjah Mada mengadakan webinar RABOAN. Acara ini menghadirkan Dr. dr. Prima Maharani Putri, M.H., C.Med. sebagai pembicara utama.
Dalam paparannya, dr. Prima mengangkat fenomena terkini di bidang bedah estetika yang kian marak di tengah masyarakat modern. “Penampilan sempurna kini menjadi orientasi utama dalam berkarir dan berinteraksi sosial. Operasi plastik menjadi pilihan banyak orang untuk mencapai standar kecantikan yang diidamkan,” ujarnya.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, promosi bedah estetika di media sosial menampilkan transformasi fisik yang memukau dan seringkali memengaruhi persepsi publik tentang kecantikan. Namun, di balik popularitasnya, terdapat berbagai pertimbangan bioetika dan pandangan agama yang perlu diperhatikan.
Webinar ini juga membahas perspektif bioetika dan agama terhadap bedah estetika. Dalam Islam, bedah rehabilitasi dianjurkan jika memberikan dampak positif, namun haram jika hanya bertujuan untuk memamerkan keindahan. Agama Buddha memandang bedah plastik sebagai tindakan positif jika dilakukan untuk pengobatan, tetapi kurang sesuai jika bertujuan mempercantik diri. Sementara itu, dalam Kristen Protestan dan Katolik, bedah plastik diperbolehkan untuk penyembuhan atau rekonstruksi akibat cacat bawaan atau kecelakaan. Agama Hindu secara tegas melarang perubahan bentuk tubuh melalui bedah plastik.
Dr. Prima menekankan pentingnya prinsip bioetika dalam praktik bedah estetika. “Pasien berhak memutuskan untuk menjalani bedah estetika selama tidak bertujuan menipu atau merugikan diri sendiri dan orang lain. Dokter wajib memberikan informed consent dan pertimbangan khusus bagi pasien yang menjalani prosedur tanpa indikasi medis,” jelasnya.
Diskusi dalam webinar ini juga relevan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-3 tentang Good Health and Well-being serta tujuan ke-10 tentang Reduced Inequalities. Dengan membahas bedah estetika dari perspektif bioetika, agama, dan kesehatan mental, kegiatan ini mendorong masyarakat untuk lebih kritis terhadap standar kecantikan yang dikonstruksi oleh media sosial. Selain itu, webinar ini juga menjadi platform edukasi bagi tenaga medis dan masyarakat agar lebih memahami pentingnya akses terhadap layanan kesehatan yang etis dan inklusif, termasuk dalam hal prosedur bedah yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan indikasi medis yang jelas.
Seminar ini diakhiri dengan pesan utama bahwa tenaga medis memiliki peran penting dalam memberikan edukasi dan menegakkan nilai moral serta etika dalam praktik bedah estetika. “Mengedepankan nilai-nilai etika dan moral dapat memotivasi masyarakat untuk menerima diri apa adanya. Operasi plastik bukanlah standar utama dalam pencapaian kesempurnaan fisik manusia,” pungkas Dr. Prima.
Reporter : Ardhini Nugrahaeni, M.K.M.
Editor : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom